Arsitektur & Lingkungan, sebuah kata yang mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita yang tengah bergelut dalam dunia arsitektur baik yang sudah bekerja dilapangan maupun yang masih dalam ruang lingkup bangku perkuliahan, kita sebagai orang yang bergelut dalam bidang arsitektur haruslah paham betapa pentingnya mempedulikan lingkungan terlebih dahulu sebelum mulai merancang sebuah bangunan di suatu lingkungan.
Lalu mengapa seorang arsitek harus peduli dengan lingkungan saat akan merancang?
Dalam hal pembangunan sangatlah penting untuk memperhatikan aspek-aspek lingkungan terlebih dahulu karena lingkungan adalah tempat dimana mahluk hidup dapat hidup sesuai dengan fungsinya dalam ekosistem. Tanpa kita sadari karya seorang arsitek yang berupa bangunan-bangunan merupakan penyumbang terbesar kerusakan lingkungan, terlebih lagi di era modern ini banyak negara berlomba-lomba membangun gedung pencakar langit dengan mewahnya dan megahnya tanpa mempedulikan aspek-aspek lingkungan sekitanya seperti air, sinar matahari, angin, dan rumah-rumah warga sekitar yang kekurangan air dan sinar matahari yang terhalang oleh gedung-gedung besar.
Sebagai contoh di Indonesia kita bisa melihat kondisi kota Jakarta saat ini, Dimana banyak para pengusaha-pengusaha kaya yang membangun bangunan mewah hanya untuk memperkaya diri sendiri tanpa memperdulikan lingkungan sekitarnya, dan karena banyaknya pembangunan gedung-gedung besar, lahan dikota Jakarta menjadi semakin sempit, dan banyak dari warga Jakarta yang termasuk golongan bawah lebih memilih tinggal di bantaran sungai ketimbang harus angkat kaki dari kota Jakarta dengan alasan-alasan sepihak, sehingga terciptanya pemukiman kumuh di bantaran sungai kota Jakarta.
Dengan banyaknya warga yang tinggal di bantaran sungai tentu saja luas sungai semakin lama semakin menyempit dan ditambah sampah yg mereka buang ke sungai tanpa mempedulikan akibatnya membuat sungai mengalami pendangkalan dan debit air pun naik, dan juga sistem Drainase kota Jakarta yang tidak cukup baik di tambah kurangnya daerah resapan air di Ibukota karena pembangunan yang juga menutup daerah-daerah resapan air dengan aspal atau bahkan dengan beton, maka tak heran jika setiap tahunnya kota Jakarta selalu di landa Banjir.
(Pemukiman warga yang tinggal di bantaran kali ciliwung, Jakarta)
Lalu bagaimana solusi untuk mengatasi permasalah seperti di Ibu kota Jakarta?
Seperti yang sudah kita semua ketahui, permasalahan akibat pembangunan yang tidak mempedulikan lingkungan di kota Jakarta banyak menyebabkan masalah seperti halnya banjir dan pemukiman kumuh di bantaran sungai, seolah-olah permasalahan ini menjadi PR bagi pemerintah yang belum pernah menemui titik terang untuk mengatasinya. Dan juga tidak mungkin jika pemerintah memaksakan menerapkan sistem seperti yang ada di kota negara-negara maju seperti kota Tokyo, Jepang.
Pemerintah Indonesia terutama di kota Jakarta setidaknya dapat meniru prilaku pemerintah Jepang yang sangat mempedulikan lingkungannya walaupun tidak se efektif yang pemerintah Jepang lakukan.Sebagai contoh adalah proyek Drainase terbesar di dunia yang di bangun di kota Tokyo, Jepang yaitu "Proyek G-Cans" (Shutoken Gaikaku Housui Ro, atau Channel area Discharge Outer Metropolitan Underground) adalah jalur air bawah tanah dan air besar area penyimpanan yang dibangun oleh pemerintah Jepang untuk melindungi Tokyo dari banjir selama musim hujan.
Untuk menyerap air hujan, kompleks tersebut dilengkapi dengan 59 turbo pump dan total kapasitas lebih dari 14 ribu tenaga kuda . Tampaknya ini jelas mungkin dirancang untuk banjir paling intens.
Proyek yang dimulai pada tahun 1992, proyek yang seharga dua-miliar-dolar ini telah selesai pada tahun 2009. Terowongan yang memiliki panjang lebih dari 100 km, tapi mungkin fitur yang paling mengesankan dari sistem drainase adalah tinggi silo yang mencapai 213 kaki dan 83 kaki serta 580 kaki untuk panjang tangki utama yang memiliki berpilar. Dan dikenal sebagai "Temple Underground," yang dibangun untuk mengumpulkan limpahan dari saluran air kota. Sistem drainase humongous dapat memompa lebih dari 200 ton air per detik.
Oleh karena itu, pemerintah kota Jepang memberi marjin fasilitas keselamatan yang ditempatkan sangat besar. Dengan membiarkan semua air laut menguap menjadi awan lalu jatuh menjadi hujan. Sang perancang drainase ini harus mempertimbangkan satu set penyimpanan bawah tanah yang sangat besar untuk ribuan ton air saat curah hujan tinggi datang.
Lalu mengapa sistem drainase seperti itu tidak diterapkan pada Ibukota Jakarta, Mengapa?
Selain karena kurangnya anggaran dana dari pemerintah, Juga karena warga indonesia terutama kota jakarta banyak yg belum sadar akan peduli lingkungan, tentu saja akan sangat tidak efektif jika seorang arsitek sudah berpikir keras merancang bangunan yang mempedulikan lingkungan tetapi justru warga sekitar atau penghuni bangunan tidak peduli dengan lingkungan ,sebagai contoh kecil seperti membuang sampah secara sembarangan, mungkin itu terdengar seperti hal sepele tetapi memiliki dampak buruk bagi lingkungan yang cukup besar.
Untuk mengatasi masalah yang ada di kota Jakarta menurut saya pribadi setidaknya pemerintah Indonesia haruslah meniru sikap pemerintah Jepang yang sangat mempedulikan lingkungannya. Tidak kalah penting juga harus munculnya kesadaran dari warga sekitar dan juga ketika membangun tidak menutup seluruh daerah resapan air dengan plester seperti trotoar untuk pejalan kaki, tidak perlu menggunakan plester cukup menggunakan bata konblock sehingga air dapat meresap ke tanah.
Sebenarnya banyak arsitek yang sadar dan paham akan pentingnya aspek-aspek lingkungan terutama di kota Jakarta itu sendiri tetapi mungkin hanya sedikit yang menerapkannya atau mungkin tanpa sadar dan ketidak sengajaan bangunan yang dirancang oleh seorang arsitek memberikan dampak buruk bagi lingkungan sekitarnya baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Tentu saja untuk kedepannya akan menjadi tugas kita sebagai generasi penerus bangsa dan para calon arsitek muda untuk memperbaiki keadaan kota Jakarta atau bahkan memajukan pembangunan di Indonesia dengan wawasan lingkungan.
Contoh bangunan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan
Walt Disney Concert Hall
Walt Disney Concert Hall terletak di 111 South Grand Avenue, Los Angeles, California, Amerika Serikat. Gedung ini dirancang oleh seorang arsitek terkenal Frank Gehry dan memiliki kapasitas sekitar 2.265 orang. Konstruksi gedung konser ini dimulai tahun 1999 dan selesai pada 23 Oktober 2003. Gedung ini merupakan hadiah dari Lillian Disney dimana dia memberikan $50 juta untuk membangun tempat pertunjukan sebagai persembahan atas bakti Walt Disney kepada seni dan juga kepada kota. Permasalahan yang terjadi di gedung ini adalah karena gedung ini permukaannya terbuat dari stainless dan bagian founders room berbentuk cekung mudah memantulkan dan memfokuskan cahaya matahari. Beberapa masyarakat yang tinggal di apartemen dekat situ mengeluhkan bahwa mereka terkena silau yang dipantulkan dari bagian permukaan gedung yang bentuknya menyerupai parabola. Hal ini juga membuat panas meningkat sehingga warga mengeluhkan karena harga penggunaan AC mereka naik karena dipakai untuk mendinginkan ruangan yang panasnya mencapai 60°C. Kecelakaan lalu lintas juga meningkat akibat silaunya pantulan sinar matahari. Setelah banyak menerima keluhan dan kritik dari masyarakat setempat, pemilik gedung meminta solusi kepada Frank Gehry dan akhirnya permasalahan itu diselesaikan pada tahun 2005, permukaan panel yang silau ditumpulkan dengan pengamplasan sehingga menghilangkan silau yang tidak diinginkan.
Contoh Bangunan Dan Kota Yang Peduli Dengan Aspek Lingkungan
Taman ismail marzuki, Cikini, Jakarta Pusat
banyaknya lingkungan hijau di site bangunan tersebut dan pembuatan taman pada atap sehingga membuat dampak positif untuk mengurangi dampak global warming.
· Sebagai taman hijau kota.
· Pembuatan the "Artificial Sungai" dibuat sepanjang sisi barat laut situs untuk membantu mengumpulkan air hujan untuk didaur ulang dan mengganti pagar sebagai batas ramah antara taman dan sekitarnya.
Wisma Dharmala Sakti (sekarang Intiland Tower)
Terletak di jalan Sudirman, Jakarta. Meskipun bukan merupakan bangunan bersertifikasi GBCI, namun gedung ini telah menerapkan aspek-aspek arsitektur hijau. Didirikan tahun 1986 oleh arsitek Paul Rudolph. Rudolph terinspirasi dari bentuk atap-atap di Indonesia yang memiliki overstek karena merespon iklim tropisnya sehingga apabila di dalam gedung tidak akan secara langsung diterpa cahaya matahari. Terdapat pula void yang cukup besar sehingga udara sejuk masih terasa di dalanya tanpa kehujanan saat merasakannya. Bahkan di perencanaan awal, bangunan ini sebenarnya tidak perlu menggunakan pendingin ruangan. Namun seiring berjalannya waktu dan efek rumah kaca telah memberi panas yang cukup parah dan tidak menentu, akhirnya bangunan ini menggunakan pendingin ruangan. Namun pada koridor hal tersebut masih tidak diperlukan karena udara sejuk masih dapat masuk. Pencahayaan lampu pada siang hari juga tidak terlalu diperlukan pada koridor karena cahaya matahari masih dapat masuk tanpa pengguna merasa terik maupun kehujanan. Dari keenam aspek arsitektur hijau, sudah diterapkan setidaknya lima aspek pada Intiland Tower ini. Bangunan ini telah berusaha mengoptimalkan energi yang dimiliki alamnya, merespon iklim, merespon kebutuhan pengguna dan keadaan tapaknya, dan adanya aspek yang saling mendukung.
Kota Reykjavik, Islandia
Islandia adalah negara terhijau di dunia. Kota Reykjavik adalah kota terbesar di islandia dan telah menyatakan keinginannya untuk menjadi kota-kota Eropa terbersih dan telah mengambil langkah yang sangat mengesankan untuk mencapai itu. Saat ini, kota Reykjavik dijalankan sepenuhnya pada sistem go green, termasuk panas bumi dan pembangkit listrik tenaga air, sedangkan sistem transportasi di kota ini seluruhnya menggunakan hidrogen.
Sumber:
http://www.academia.edu/9774768/Arsitek_Harus_Peduli_Lingkungan
http://www.apasih.com/2011/10/10-kota-dengan-tata-kota-terbaik-dan.html
http://kanthiasihgusti.blogspot.co.id/2014/12/pengertian-arsitektur-dan-lingkungan_1.html
http://terbawangin.blogspot.co.id/2013/01/proyek-drainase-terbesar-didunia-berada.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar